Lembaga riset pasar Millward Brown Optimor menunjukkan bahwa merek Coca Cola masih cukup kuat, dengan urutan keempat dari sepuluh besar World's Most Powerful Brand. Hal ini dikarenakan beberapa strategi yang dilaksanakan oleh PT Coca Cola Indonesia. Hermawan Kertajaya dalam bukunya yang berjudul "Marketing Plus 2000 : Siasat memenangkan persaingan global". Di dalam buku itu, sang Guru Marketing asal Surabaya ini menjelaskan bahwa marketing bukan hanya bicara soal sell, sell dan sell, tetapi lebih dari itu bagaimana memuaskan pelanggan (customer). Seorang pelanggan bukan hanya memerlukan "need and what", namun juga "expectation" (harapan). Maka bicara soal brand selalu berkaitan dengan need, what dan expection dari seorang customers.
Sejak didirikan, PT Coca Cola Indonesia baru mengeluarkan merek lain pada 1960-an, yakni Sprite, Fanta, dan Fresca. Diet Coke dan Cherry Coke diperkenalkan pada 1980-an sedangkan merek Powerade baru muncul pada 1990-an. Hingga saat ini, Coca Cola hanya berbasis pada kategori minuman dan belum merambah ke sektor lain.
Cobalah perhatikan iklan TV yang dilancarkan oleh Coca Cola. Seperti "Hidup ala Coca-Cola" diterjemahkan dalam iklan dengan tema "Happiness Factory". Melalui iklan tersebut, Coca Cola Indonesia ingin mengajak konsumen mengetahui lebih jauh proses di balik hadirnya minuman Coca-Cola.
Merek Coca Cola memang tidak ada tandingannya di kelas minuman berkarbonasi. Namun, sebagai merek yang umurnya sudah lebih dari satu abad, Coca Cola membutuhkan penyegaran baru. Strategi pemasaran Coca Cola dinilai kuno, dengan inovasi dan ekspansi yang lambat dalam mengatasi pesaing dan memenuhi keinginan pasar.
Hal itu terungkap ketika PT Coca Cola Indonesia mengumumkan penggantian CEO (Chief Executive Officer) pada 6 Desember lalu. Neville Isdell, Direktur Utama dan CEO Coca Cola sejak tahun 2004 akan menyerahkan jabatan CEO kepada Muhtar Kent yang sejak Desember 2006 menjabat sebagai Presdir dan COO (Chief Operating Officer) Coca Cola. Adapun Isdell akan tetap menjabat sebagai dirut Coca Cola hingga April 2009. Muhtar Kent, yang resmi menjabat sebagai CEO mulai 1 Juli 2008 mendatang, mengungkapkan bahwa Coca-Cola saat ini membutuhkan penyegaran baru sehubungan dengan beberapa masalah yang dihadapinya.
"Permasalahan yang dihadapi Coca Cola saat ini adalah bertahan di tengah peralihan masyarakat dunia yang mulai meninggalkan minuman berkarbonasi dan beralih ke jenis-jenis lain yang sedang ngetrend, seperti teh, jus, minuman olahraga, dan air mineral," ujar Kent.
Namun, ada beberapa hambatan yang membuat Coca-Cola dan minuman bersoda lainnya sulit berkembang di negeri ini adalah minum minuman bersoda bukan budaya orang Indonesia. Sebagian besar orang Indonesia lebih memilih air putih atau teh. Ini akan menjadi sebuah perkerjaan rumah bagi Coca cola, jika tidak komunikasi seperti apa pun tidak akan bisa mengangkat penjualannya.
Banyak yang harus dibenahi dalam strategi perencanaan dan pemasaran Coca Cola agar bisa bersaing dengan perusahaan sejenis. Kekuatan merek sebaiknya ditunjang dengan promosi yang kontinuitas, ekspansi pasar, dan inovasi produk yang terukur.
Marketing Director PT Coca-Cola David Tjokro, mengatakan, perjalanan Coca-Cola di Indonesia hingga menjadi top brand produk soft drink, juga butuh waktu panjang.
Ia juga mengisahkan, brand soft drink global Coca-Cola, pernah mengalami masa suram.
Di Amerika Serikat misalnya, Coca-Cola sempat mendapat kecaman karena ingin mengubah rasanya seperti Pepsi. Namun, Coca-Cola berhasil membalikkan fakta tersebut menjadi opportunity. "Ini pengalaman menarik buat Coca-Cola sebagai sebuah brand global untuk produk soft drink," kata David.
Masa krisis itu pun berhasil diatasi dengan strategi promosi yang sistematik dan lebih menonjolkan pendekatan lokal. Akhirnya, Coca-Cola berhasil bangkit. Sehingga, menjadi sebuah brand soft drink yang paling diminati dan selalu menjadi trend setter. Guna menembus pasar lokal, Coca Cola sudah melakukan penetrasi ekspansi ke produk-produk lokal menggunakan strategi pemasaran yang diluncurkan Coca Cola pada 2000, "Think Global, Act Local". Strategi berfikir secara global dan berlaku secara global ini dibuktikan telah mengangkat brand Coca Cola pada posisi saat ini.
Identifikasi Permasalahan Perusahaan
1. Coca-cola Company tidak menghasilkan produk organik
Di Amerika sedang mengembangkan produk organik, dan perkembangannya telah mencapai 70%. Dan sampai saat ini pun produk organik semakin popular. Sedangkan Coca-cola Company tidak mengadakan inovasi dalam hal produk organik, padahal hal ini dapat dijadikan peluang bisnis yang potensial.
2. Sebagian pengecer mempunyai kontrak ekslusif dengan PepsiCo.
Sebagian perusahaan beverage seperti Pepsi Co. telah melakukan kontrak ekslusif dengan restoran-restoran misalnya saja KFC, Mac D, dan lainnya. Sehingga Coca Cola tidak bisa masuk ke area tersebut.
3. Soft drinks tidak baik untuk kesehatan
Soft drinks tidak punya nilai gizi (dalam hal vitamin dan mineral). Mereka punya kandungan gula lebih tinggi, lebih asam, dan banyak zat aditif seperti pengawet dan pewarna. Sementara orang suka meminum soft drink dingin setelah makan, Akibatnya, Tubuh kita mempunyai suhu optimum 37 supaya enzim pencernaan berfungsi. Suhu dari soft drink dingin jauh di bawah 37, terkadang mendekati 0. Hal ini mengurangi keefektivan dari enzim dan memberi tekanan pada sistem pencernaan kita, mencerna lebih sedikit makanan. Bahkan makanan tersebut difermentasi. Makanan yang difermentasi menghasilkan bau, gas, sisa busuk dan racun, yang diserap oleh usus, di edarkan oleh darah ke seluruh tubuh. Penyebaran racun ini mengakibatkan pembentukan macam-macam penyakit.
Frekuensi konsumsi teh botol di Indonesia 3kali lebih besar daripada minuman bersoda meskipun pangsa pasar sedikit.
Pola distribusi tiap negara berbeda.
Sebagian besar produk-produk Coca-Cola Botling Indonesia didistribusikan melalui lebih dari 120 pusat penjualan yang tersebar di seluruh Indonesia. Produk-produk tersebut diangkut ke pusat-pusat penjualan tersebut oleh armada truk berukuran besar dan kemudian didistribusikan ke pedagang-pedagang eceran oleh kendaraan distribusi yang lebih kecil. Apabila truk-truk penjualan ditempatkan berderet, maka akan bisa sepanjang lebih kurang 17 km. Hal inilah yang membuat perusahaan Coca-Cola Botling Indonesia sebagai salah satu perusahaan distribusi terbesar di Indonesia.
Diperkirakan lebih dari 80% produk-produk Coca-Cola dijual melalui para pengecer dan grosir dimana 90% diantaranya termasuk dalam kategori pengusaha usaha kecil, dan mereka mempekerjakan kurang dari lima karyawan dengan omset penjualan per tahun kurang dari Rp. 1 milyar.
Tim penjualan yang sangat besar tidak saja menjual produk-produk Coca-Cola kepada para pelanggan, tetapi mereka juga memberikan saran bagaimana sebaiknya mereka menjual produk-produk tersbut. Supervisor penjualan juga teratur mengunjungi para pelanggan dan memberikan bimbingan, serta menampung masukan yang disampaikan para pelanggan.
Kebijakan penjualan dan distribusi secara menyeluruh diarahkan oleh National Office di Cibitung, Bekasi, namun penerapan kebijakan tersebut dilaksanakan oleh para manajer operasional dan regional yang handal dan berpengalaman beserta staf mereka.
Coca-Cola Company berada di tahap mature dalam siklus hidup industri karena mengadakan perluasan produk dengan diversifikasi dan melakukan inovasi.
Inovasi adalah salah satu kunci keberhasilan yang menjadikan Coca-Cola Indonesia semakin besar, dikenal luas, serta memberikan kontribusi bagi masyarakat dan bangsa Indonesia. Melalui riset dan pengembangan (Research & Development), Coca-Cola terus berinovasi untuk menciptakan produk, kemasan, strategi pemasaran, serta perlengkapan penjualan baru yang lebih berkualitas, kreatif, serta mempunyai ciri khas tersendiri.
Inovasi adalah salah satu kunci keberhasilan yang menjadikan Coca-Cola Indonesia semakin besar, dikenal luas, serta memberikan kontribusi bagi masyarakat dan bangsa Indonesia. Melalui riset dan pengembangan (Research & Development), Coca-Cola terus berinovasi untuk menciptakan produk, kemasan, strategi pemasaran, serta perlengkapan penjualan baru yang lebih berkualitas, kreatif, serta mempunyai ciri khas tersendiri.
Dengan memahami kebutuhan dan perilaku konsumen, serta potensi kekayaan alam Indonesia, Coca-Cola berinovasi dengan menciptakan produk-produk baru yang menjadikan produk minuman cepat saji Coca-Cola mempunyai rasa dan pilihan yang beragam.
strategi Manajemen yang dapat dilakukan oleh Coca-Cola Company, khususnya dalam menghadapi pangsa pasar di Indonesia, yaitu
1. Integrasi ke depan, yaitu mencari kepemilikan atau meningkatkan kontrol atas distributor atau pengecer.
2. Integrasi ke belakang, yaitu mencari kepemilikan atau meningkatkan kontrol atas pemasok perusahaan. Misalnya pada perusahaan sirup jagung berkadar fruktosa tinggi, aspartam yang merupakan bahan utama pembuat minuman ini.
3. Integrasi horizontal, yaitu mencari kepemilikan atau meningkatkan control atas pesaing. Seperti halnya mengakuisisi merek air minum local, Ades, melalui PT Coca-cola Company.
4. Penetrasi pasar, yaitu meningkatkan pangsa pasar untuk produk saat ini di pasar melalui upaya pemasaran yang lebih besar.
Sedangkan strategi yang belum diterapkan, namun tidak ada salahnya bahkan lebih baik jika diterapkan oleh Coca-Cola Company, yaitu:
1. Pengembangkan pasar, yaitu memperkenalkan produk saat ini ke area geografis yang baru.
2. Pengembangan produk, yaitu meningkatkan penjualan melalui perbaikan produk saat ini atau mengembangkan produk baru.
3. Diversifikasi konsentrik, yaitu menambahkan produk yang masih berkaitan dengan produk lama.
4. Kepemimpinan harga
Bavetline
BalasHapusRegister Bavetline
Bonus Bavetline
Pasaran Bola Bavetline
Prediksi Akurat Udinese VS Fiorentina 03 April 2018
Anies Mendadak Bertemu Prabowo Malam-malam